Minggu, 26 Mei 2013

Pengertian seksualitas

Pengertian seksualitas adalah sebuah bentuk perilaku yang didasari oleh faktor fisiologis tubuh. Istilah seks dan seksualitas adalah suatu hal yang berbeda. Kata seks sering digunakan dalam dua cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari berhubungan, yaitu aktivitas seksual genital. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik seseorang itu pria atau wanita (Zawid, 1994; Perry & Potter 2005).
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Denny & Quadagno, 1992; Zawid, 1994; Perry & Potter, 2005).
Pada masa remaja pekembangan seksualitas diawali ketika terjalinnya interaksi antar lawan jenis, baik itu interaksi antar teman atau interaksi ketika berkencan. Dalam berkencan dengan pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dalam berbagai cara, seperti memberikan bunga, tanda mata, mengirim surat, bergandengan tangan, berciuman dan lain sebagainya. Atas dasar dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya, perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis. Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan percobaan dalam kehidupan seksual. Misalnya, dalam berpacaran mereka mengekspesikan perasaannya dalam bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berpelukan, berciuman hingga melakukan hubungan seksual (Saifuddin, 1999).
Seksualitas dan aktivitas seksual merupakan suatu area yang harus dibicarakan dengan setiap remaja secara rahasia. Insidensi aktivitas seksual pada remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Kebanyakan remaja di bawah usia 15 tahun belum pernah melakukan hubungan seksual, 8 dari 10 remaja putri dan 7 dari 10 remaja putra belum pernah melakukan hubungan seksual pada usia 15 tahun (Alan Guttmacher Institute, 1998; Wong, 2008).
Remaja terlibat dalam seksualitas karena berbagai alasan, diantaranya yaitu: untuk memperoleh sensasi menyenangkan, untuk memuaskan dorongan seksual, untuk memuaskan rasa keingintahuan, sebagai tanda penaklukan, sebagai ekspresi rasa sayang, atau mereka tidak mampu menahan tekanan untuk menyesuaikan diri. Keinginan yang sangat mendesak untuk menjadi milik seseorang memicu meningkatnya serangkaian kontak fisik yang intim dengan pasangan yang diidolakan. Masa remaja pertengahan adalah waktu ketika remaja mulai mengembangkan hubungan romantis dan ketika kebanyakan remaja ingin memulai percobaan seksual (Wong, 2008).
Menurut Hurlock (1999) dorongan seksual dipengaruhi oleh:
Faktor internal
Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan.
Faktor eksternal
Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno. Perubahan pola perilaku seksual di antara para remaja masa kini tidak dianggap salah karena biasanya mereka hanya mempunyai satu pasangan seksual yang dalam banyak kasus diharapkan akan dinikahi di masa mendatang. Meskipun hubungan yang telah terjalin ditentang oleh para orang tua, namun banyak remaja tetap melangsungkannya.
Ada banyak alasan untuk mengikuti pola perilaku seksual yang baru ini. Di antaranya adalah keyakinan bahwa hal ini harus dilakukan karena semua orang melakukannya; bahwa mereka harus tunduk pada tekanan kelompok sebaya bila ingin mempertahankan status mereka di dalam kelompok; dan bahwa perilaku ini merupakan ungkapan dari hubungan yang bermakna yang memenuhi kebutuhan semua remaja untuk mengadakan hubungan yang intim dengan orang lain, terlebih bila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi dalam hubungan keluarga (Hurlock, 1999).

Sabtu, 25 Mei 2013

FUNGSI KENCAN

Kencan memiliki delapan fungsi (Padgham & Blyth; Paul & White; Roscoe, Dian & Brooks; Skipper & Nass dalam Santrock, 2003):
1. Kencan merupakan suatu bentuk rekreasi. Remaja yang berkencan terlihat sangat menikmatinya dan melihat kencan sebagai sumber dari kesenagan dan rekreasi.
2. Kencan merupakan sumber dari status dan keberhasilan. Sebagai bagian dari proses perbandingan sosial yang juga melibatkan proses pengevaluasian atas status seseorang yang mereka kencani: apakah mereka memiliki penampilan terbaik?, termasuk orang-orang populer? Dan seterusnya.
3. Kencan merupakan proses dari sosialisasi pada masa remaja: menolong para remaja untuk belajar bagaimana cara untuk berteman dengan orang lain dan membantu pembelajaran atas sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sosial.
4. Kencan meliputi proses belajar tentang keakraban dan merupakan sebuah kesempatan untuk menciptakan hubungan yang unik dan berarti dengan seseorang dari lain jenis kelamin.
5. Kencan dapat menjadi sarana untuk eksperimen dan penggalian hal-hal seksual.
6. Kencan dapat memberikan kebersamaan dalam berinteraksi dan melakukan aktivitas bersama-sama dalam hubungan dengan jenis kelamin yang berlainan.
7. Pengalaman kencan memberi kontibusi untuk mengenali proses pembentukan dan perkembangan identitas mereka dan untuk membedakan mereka dan keluarga mereka.
8. Kencan dapat menjadi alat utnuk memilih dan menyeleksi pasangan, sehingga juga tetap memainkan fungsi awalnya sebagai masa perkenalan untuk hubungan yang lebih jauh.

Santrock (2003: 240) fungsi kencan bagi remaja awal (kelas 6 SD) dan remaja pertengahan (kelas 1 SMP) memiliki orientasi egoisentris dan pemuasan kebutuhan dengan segera (rekreasi merupakan fungsi yang paling sering diiikuti dengan keakraban dan status). Sebaliknya, bagi remaja akhir (masa kuliah) fungsi kencan lebih ditekankan pada adanya timbal balik dalam hubungan kencan (keakraban merupakan fungsi yang utama diikuti dengan kebersamaa, sosialisasi dan rekreasi).

Rabu, 08 Mei 2013

Pergaulan Bebas

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan (Free sex), disebabkan terlalu jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat.
Diantara dampak negatif dari kemudahan komunikasi di antara anggota masyarakat secara global ke dalam negara kita adalah muncul dan berkembangnya penyakit berbahaya antara lain HIV/AIDS.
Mengenal siapa remaja dan apa problema yang dihadapinya adalah suatu keharusan bagi orang tua. Dengan bekal pengetahuan ini orang tua dapat membimbing anaknya menataki­ masa-masa krisis tersebut dengan mulus. Hal ini sangat dirasakan oleh semua karena di bahu remaja masa kini terletak tanggung jawab moral sebagai generasi penerus, menggantikan generasi yang ada saat ini. Mereka inilah yang kelak berperan menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas, menjadi aset nasional dan tumpuan harapan bangsa dalam kompetisi global, yang tentunya kian hiruk pikuk di abad ke XXI.
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang di atas maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yakni :
1. Apa itu HIV, serta apa penyebab HIV dan Pencegahannya.
2. Apa itu pergaulan bebas?
3. Bahaya pergaulan bebas?
4. Penyebab dan dampak pergaulan bebas?
5. Cara mengatasi pergaulan bebas.
1.3 Tujuan Penulisan
Dilihat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah memberikan pengetahuan sejak dini kepada para remaja tentang HIV dan bagaimana pergaulan bebas, serta bahaya dalam pergaulan bebas. Dan memberikan pemahaman kepada para remaja akan bahaya dari pergaulan bebas. Sehingga makalah ini menjadi sarana bagi pembaca dalam menghadapi pergaulan bebas.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Dapat membuka pikiran pembaca untuk mengetahui HIV dan sadar akan dampak dari pergaulan bebas, serta menjadikan pembaca dapat berpikir positif dalam menghadapi masa depan.
2. Pembaca dapat mengetahui tentang pergaulan bebas sehingga nantinya mereka mampu meningkatkan antisipasi dalam pergaulan untuk dapat memilih antara pergaulan yang bersifat positif dan negative.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian HIV
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya.
2.2 Gejala-Gejala Penyakit HIV-AIDS
Untuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV, ia harus memeriksakan darahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter. Jika dia positif mengidap AIDS, maka akan timbul gejala-gejala yang disebut degnan ARC (AIDS Relative Complex) Adapun gejala-gejala yang biasa nampak pada penderita AIDS adalah:
1. Lelah berkepanjangan
2. Sering demam (>38 °C)
3. Sesak nafas dan batuk berkepanjangan
4. Berat badan turun mencolok
Bagaimana Mencegah Tertularnya HIV/AIDS?
· Melakukan penyebarluasan informasi HIV/AIDS kepada teman, kelompok, dan keluarganya untuk mengurangi keresahan akibat berita yang salah dan menyesatkan.
· Menghindari atau mencegah penyebaran HIV/AIDS pada diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya dengan jalan antara lain:
1. Mempertebal iman dan taqwa agar tidak terjerumus ke dalam hubungan seksual pra nikah dan di luar nikah serta berganti-ganti pasangan.
2. Hindari alat tercemar
  • Alat kedokteran disteril (disucihamakan) dengan betul
  • Jarum tindik,tato,alat salon harus steril
3. Penderita HIV/AIDS sadar untuk tidak menularkan penyakit pada orang lain
4. Hindarkan penyalahgunaan obat narkotika, alkoholisme dan segala bentuk pornografi yang dapat merangsang ke arah perbuatan seksual yang menyimpang.
5. Kalau suami istri sudah terinfeksi virus HIV, maka pakailah kondom dengan benar dalam melakukan hubungan seksual.
6. Melakukan tindakan pengamanan terhadap pencemaran virus HIV/AIDS melalui jarum suntik, transfusi darah, dan luka yang terbuka.
7. Bagi wanita pengidap virus HIV dianjurkan untuk tidak hamil.
2.3 Pengertian Pergaulan Bebas
Kita tentu tahu bahwa pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa. Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
2.4 Penyebab & Dampak Maraknya Pergaulan Bebas Remaja Indonesia
a. penyebab pergaulan bebas
Ada banyak sebab remaja melakukan pergaulan bebas. Penyebab tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya berakar dari penyebab utama yaitu kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal keyakinan/agama dan ketidakstabilan emosi remaja. Hal tersebut menyebabkan perilaku yang tidak terkendali, seperti pergaulan bebas & penggunaan narkoba yang berujung kepada penyakit seperti HIV & AIDS ataupun kematian. Berikut ini di antara penyebab maraknya pergaulan bebas di Indonesia:
· Sikap mental yang tidak sehat, Sikap mental yang tidak sehat membuat banyaknya remaja merasa bangga terhadap pergaulan yang sebenarnya merupakan pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi mereka tidak memahami karena daya pemahaman yang lemah. Dimana ketidakstabilan emosi yang dipacu dengan penganiayaan emosi seperti pembentukan kepribadian yang tidak sewajarnya dikarenakan tindakan keluarga ataupun orang tua yang menolak, acuh tak acuh, menghukum, mengolok-olok, memaksakan kehendak, dan mengajarkan yang salah tanpa dibekali dasar keimanan yang kuat bagi anak, yang nantinya akan membuat mereka merasa tidak nyaman dengan hidup yang mereka biasa jalani sehingga pelarian dari hal tersebut adalah hal berdampak negatif, contohnya dengan adanya pergaulan bebas.
· Pelampiasan rasa kecewa, Yaitu ketika seorang remaja mengalami tekanan dikarenakan kekecewaannya terhadap orang tua yang bersifat otoriter ataupun terlalu membebaskan, sekolah yang memberikan tekanan terus menerus(baik dari segi prestasi untuk remaja yang sering gagal maupun dikarenakan peraturan yang terlalu mengikat), lingkungan masyarakat yang memberikan masalah dalam sosialisasi, sehingga menjadikan remaja sangat labil dalam mengatur emosi, dan mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif di sekelilingnya, terutama pergaulan bebas dikarenakan rasa tidak nyaman dalam lingkungan hidupnya.
· Kegagalan remaja menyerap norma, Hal ini disebabkan karena norma-norma yang ada sudah tergeser oleh modernisasi yang sebenarnya adalah westernisasi.
b. Dampak dari pergaulan bebas
Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap). Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS. Dan pastinya setelah terkena virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi.
2.5 Cara Mengatasi Pergaulan Bebas
Solusi atau cara Untuk Menyelesaikan Masalah Pergaulan Bebas ada beberapa hal yang harus dilakukan yakni :
1. Kita semua mengetahui peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, penyaluran minat dan bakat secara positif merupakan hal-hal yang dapat membuat setiap orang mampu mencapai kesuksesan hidup nantinya. Tetapi walaupun kata-kata tersebut sering ‘didengungkan’ tetap saja masih banyak remaja yang melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Selain daripada solusi di atas masih banyak solusi lainnya. Solusi-solusi tersebut adalah sebagai berikut: Memperbaiki cara pandang dengan mencoba bersikap optimis dan hidup dalam “kenyataan”, maksudnya sebaiknya remaja dididik dari kecil agar tidak memiliki angan-angan yang tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga apabila remaja mendapatkan kekecewaan mereka akan mampu menanggapinya dengan positif.
2. Menjaga keseimbangan pola hidup. Yaitu perlunya remaja belajar disiplin dengan mengelola waktu, emosi, energi serta pikiran dengan baik dan bermanfaat, misalnya mengatur waktu dalam kegiatan sehari-hari serta mengisi waktu luang dengan kegiatan positif
Selain usaha dari diri masing-masing sebenarnya pergaulan bebas dapat dikurangi apabila setiap orang tua dan anggota masyarakat ikut berperan aktif untuk memberikan motivasi positif dan memberikan sarana & prasarana yang dibutuhkan remaja dalam proses keremajaannya sehingga segalanya menjadi bermanfaat dalam kehidupan tiap remaja.
2.6 Hubungan Antara HIV dan Pergaulan Bebas
Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas maka dari itu pergaulan bebas sangat menentukan terjangkitnya seseorang dengan penyakit HIV. Selain hilangnya kekebalan daya tubuh, pergaulan bebas juga dapat menyebabkan terjadinya kehamilan di luar nikah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia - terutama CD4+ Sel T dan macrophage, komponen vital dari sistem sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka. Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa.
pergaulan bebas itu tidak hanya sebatas bergaul melainkan terkadang mendorong untuk melakukan hal yang lebih tidak di sukai oleh agama, seperti, bercumbu rayu, berciuman dan bahkan terjebak dalam perzinahan. Oleh karena itu, tanpa ada sekat-sekat pembatasan antara wanita dan laki-laki yang bukan muhrim maka dampak dan bahayanya seperti itu. Penyebab maraknya pergaulan bebas karena sikap mental yang tidak sehat, pelampiasan rasa kecewa, dan kegagalan remaja menyerap norma.
Pergaulan bebas dapat dikurangi apabila orang tua dan anggota masyarakat ikut berperan aktif dalam memberikan motivasi dan dorongan kepada para remaja dan memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan remaja dalam proses keremajaannya. Sehingga segala sesuatu yang dilakukannya dapat bermanfaat dalam kehidupan.
3.2 Saran
Pergaulan bebas tidak dapat dipandang remeh, karena pergaulan bebas dapat menjerumuskan para remaja. Melalui makalah ini, maka penulis menyarankan agar kita mampu memilih pergaulan yang pas buat kita, Karena jika kita salah pergaulan maka hal buruk yang akan menimpa kita.
DAFTAR PUSTAKA
……..http://luluvikar.wordpress.com/2009/08/26/peran-orang-tua-dalam-pencegahan-sex-bebas-bagi/
…….http://maroebeni.wordpress.com/2008/03/02/menanggulangi-bahaya-hiv-aids/

Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perilaku Anak

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif.

Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:
1. Pola asuh Demokratis
2. Pola asuh Otoriter
3. Pola asuh Permisif
4. Pola asuh Penelantar.

Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Pangaruh Pola Asuh Orangtua

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.

Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.

Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, kita dapat mawas diri, kita masuk dalam kategori pola asuh yang mana. Apabila kita memahami pola asuh yang mana yang cenderung kita terapkan, sadar atau tidak sadar, maka kita dapat segera merubahnya.

Kita juga bisa kita melihat, bahwa harga diri  yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Banyak sekali para orangtua terutama para wanita karier yang suda mempunyai anak yang lebih cinta kepada pekerjaannya daripada kepada anaknya sendiri. Dia lebih banyak meluangkan waktu untuk mencari uang dan uang. Dia lupa kalau di rumah ada anak-anaknya yang membutuhkan kasih dan sayang dia. Pergi kerja disaat anaknya masih tertidur pulas, lalu pulang ketika anaknya sudah tertidur pulas lagi. Sehingga, anak-anak  lebih mengenal pembantunya daripada sosok ibunya sendiri.

Jenis-jenis Berbicara

Bila Anda perhatikan berbagai literatur mengenai bahasa dan pengajaran, maka Anda akan menemui berbagai jenis berbicara. Ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelpon, dan sebagainya. Mungkin pula Anda bertanya dalam hati mengapa ada berbagai jenis nama berbicara itu. Jawabnya karena ada berbagai titik pandang yang digunakan orang dalam mengklasifikasi berbicara. Menurut hasil pengamatan penulis, paling sedikit ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi berbicara. Kelima landasan tersebut adalah:
(1)Situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah penyimak, dan (5) peristiwa khusus
Sekarang kita perbincangkan setiap landasan tersebut di atas kemudian setiap landasan disertai pula dengan penjelasan butir-butir hasil pengklasifikasiannya.

(1)    Situasi
Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi. Situasi dan lingkungan itu mungkin pula bersifat informal atau tak resmi. Setiap situasi itu menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal permbicara dituntut berbicara secara formal pula. Sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal pula.
Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kegiatan ini dianggap perlu bagi manusia dan perlu dipelajari.
Jenis-jenis (kegiatan) berbicara informal meliputi:
(a) tukar pengalaman (b) Percakapan (c) menyampaikan berita (d) menyampaikan pengumuman (e) Bertelpon (f) memberi petunjuk
Disamping kegiatan berbicara informal, kita temui pula kegiatan berbicara yang bersifat formal. Jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal tersebut mencakup:
(a) ceramah (b) perencanaan dan penilaian (c) interview (d) prosedur parlementer (e) bercerita.

(2) Tujuan
Di bagian akhir pembicaraan, pembicara menginginkan mendapat responsi dari pendengarnya. Responsi pendengar yang bagaimana yang diharapkan oleh pembicara? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut mengarahkan perhatian kita kepada tujuan berbicara. Tujuan berbicara sudah menjadi bahan pembicaraan di kalangan para ahli dari dahulu sampai sekarang.
Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan pembicara tersebut di atas dapat pula kita klasifikasi berbicara menjadi lima jenis, yakni:
(a) berbicara menghibur (b) berbicara menginformasikan (c) berbicara menstimulasi (d) berbicara meyakinkan (e) berbicara menggerakkan.
Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak. Soal pesan bukanlah tujuan utama. Namun tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan pesan. Dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat pendengarnya senag gembira, dan bersukaria. Contoh jenis berbicara menghibur ini, antara lain lawakan, guyonan dalam ludruk, Srimulat, cerita Kabayan, cerita Abu Nawas.
Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening. Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar. Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas, sistematis, dan tepat isi agar informasi benar-benar terjaga keakuratannya. Pendengar pun biasanya berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan segala kesungguahan
Berbicara menstimulasi juga bersuasana serius, kadang-kadang terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan, atau fungsinya melebihi pendengarnya. Dalam bebicara menstimulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat baik, bertingkah laku lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicaraan biasanya dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan, dan inspirasi pendengar.
Beberapa contoh berbicara menstimulasi tersebut antara lain:
(a) nasehat guru terhadap siswa yang malas, melalaikan tugasnya, 
(b)pepatah, petitih, pengajaran    ayah kepada anaknya yang kurang senonoh
Berbicara meyakinkan, sesuai namanya, bertujuan meyakinkan pendengarnya. Jelas suasananya pun bersaifat serius, mencekam, dan menegangkan. Melalui keterampilan berbicara, pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dari tidak mau membantu menjadi mau membantu. Dalam berbicara meyakinkan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraannya kepada argumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggung jawabkan dari segala segi.
Berbicara menggerakkan pun menuntut keseriusan baik dari segi pembicara maupun dari segi pendengarnya. Berbicara atau pidato menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat. Bila dalam berbicara meyakinkan dan membangkitkan semangat hasil perbaikan mengarah kepada kepentingan pribadi, maka pidato menggerakkan bertujuan mencapai tujuan bersama. Pembicara dalam berbicara menggerakkan harusalah orang yang berwibawa, tokoh idola, panutan masyarakat. Melalui kepintaran berbicara, kecakapannya membakar emosi dan semangat, kebolehannya memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan massa ke arah yang diingininya. Misalnya, Bung Tomo dapat membakar semangat juang para pemuda pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

(3) Metode Penyampaian
Pernahkah anda perhatikan dengan cermat bagaimana menyampaikan pembicaraan? Bila belum, cobalah anda perhatikan beberapa pembicara yang sedang berbicara atau berpidato. Anda akan melihat bahwa ada empat cara yang biasa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya. Keempat cara yang dimaksud adalah
(a) penyampaian secara mendadak (b) penyampaian berdasarkan catatan kecil (c) penyampaian berdasarkan hafalan (d) penyampaian berdasarkan naskah
Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya karena pembicara yang telah direncanakan berhalangan tampil, maka terpaksa secara mendadak dicarikan penggantinya atau dalam suatu pertemuan seseorang diminta secara mendadak memberikan kata sambutan, pidato perpisahan, dan sebagainya. Dalam situasi seperti ini pembicara harus menggunakan pengalamannya bagi penyusunan organisasi pembicaraannya.
Sejumlah pembicara menggunakan catatan kecil dalam kartu, biasanya berupa butir-butir penting sebagai pedoman berbicara. Berlandaskan catatan itu pembicara bercerita panjang lebar mengenai sesuatu ha. Cara seperti inilah yang dimaksud dengan berbicara berlandaskan catatan kecil. Cara berbicara seperti itu dapat berhasil apabila pembicara sudah mempersiapkan dan menguasai isi pembicaraan secara mendalam sebelum tampil di depan umum.
Pembicara yang dalam taraf belajar mempersiapkan bahan pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan dengan lengkap. Bahan yang ditulis itu dihafalkan kata demi kata, lalu tampil berbicara berdasarkan hasil hafalannya. Cara berbicara seperti itu memang banyak kelamahannya. Pembicara meungkin lupa akan beberapa bagian dari isi pidatonya, perhatiannya tidak bisa diberikan kepada pendengar, kaku, dan kurang penyesuaian pada situasi yang ada.
Pembicara membacakan naskah yang disusun rapi. Berbicara berlandaskan naskah dilaksanakan dalam situasi yang menuntut kepastian, bersifat resmi, dan menyangkut kepentingan umum.
Kelemahan berbicara berdasarkan naskah, antara lain: (1) perhatian pembicara lebih tertuju pada naskah, (2) suasana terlalu resmi sehingga kaku, (3)pembicara kurang kontak dengan pendengar

(4) Jumlah Penyimak
Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar).
Berdasarkan jumlah penyimak itu, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu:
(a) berbicara antar pribadi, (b) berbicara dalam kelompok kecil, (c) berbicara dalam kelompok besar
Berbicara antar pribadi, atau bicara empat mata, terjadi apabila dua pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan mungkin serius dan mungkin pula santai, akrab, dan bebas. Suasana pembicaraan sangat tergantung kepada masalah yang dipercakapkan, hubungan antar dua pribadi yang terlibat. Dalam berbicara antar pribadi, pembicara dan pendengar berganti peran secara otomatis sesuai dengan tuntutan situasi.
Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila seorang pembicara menghadapi skelompok kecil pendengar, misalnya tiga sampai lima orang. Pembicara dan pendengar dapat bertukar peran, misalnya, setelah pembicara selesai berbicara diadakan tanya jawab atau diskusi. Mobilitas pertukaran peran pembicara menjadi penyimak atau penyimak menjadi pembaca dalam berbicara dalam kelompk kecil tidaklah setinggi mobilitas pertukaran peran dalam berbicara antar pribadi.
Berbicara dalam kelompok besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumla besar atau massa. Para pendengar dalam berbicara jenis ketiga ini dapat homogen dan mungkin pula heterogen. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, para pendengar homogen baik dalam usia maupun dalam kemampuan. Dalam rapat besar di lapangan terbuka, di gedung parlemen, atau kampanye pemilihan umum para pendengarnya sangat heterogen.
Mobilitas perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara dalam jenis berbicara yang ketiga ini relatif kecil bahkan kadang-kadang tidak ada sam sekali. Bila berbicara dalam kelompok besar itu terjadi di ruang kelas, maka ada kesempatan bertanya, mengomentari, menyanggah terhadap isi pembicaraan yang telah disampaikan pembicara. Ini berarti bahwa pendengar dapat pula berperan sebagai pembicara. Bila bertanya dalam kelompok besar itu terjadi di luar bidang pendidikan seperti rapat raksasa, kampanye pemilihan umum, pidato resmi, khotbah di masjid, dan sejenisnya, maka sudah dapat dipastikan tidak ada kesempatan bertanya, berkomentar, atau menyanggah. Dalam situasi seperti ini jelas ada perubahan atau pertukaran peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara.
Bagaimana perbandingan kualitas antara pembicara dan pendengar dalam ketiga jenis berbicara di atas? Pembicara dan pendengar dalam berbicara secara pribadi mungkin sama dan mungkin berbeda kualitas. Percakapan antara guru dengan siswanya merupakan contoh kualitas pembicara (guru) lebih tinggi dari siswa. Percakapan yang terjadi antara dua sahabat, teman sekelas melukiskan kualitas pembicara dan pendengar kurang lebih sama. Pembicara dalam berbicara dalam kelompok kecil itu berasal dari satu kelas suatu jenjang sekolah, maka kualitas anggota relatif sama. Kualitas pembicara dalam berbicara dalam kelompok besar pada umumnya dapat dikatakan melebihi kualitas pendengar. Perbedaan tersebut dapat disebabkan berbagai hal seperti tingkat pendidikan, jabatan, integritas pribadi dan sebagainya.

(5) Peristiwa Khusus
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering manghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun, perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Peristiwa itu dapat berlangsung di semua tempat seperti di rumah, di kantor, di gedung pertemuan dan sebagainya. Dalam setiap peristiwa khusus tersebut di atas dilakukan upacara tertentu berupa sambutan atau pidato singkat seperti pidato selamat datang, selamat atas kesuksesan, selamat jalan, selamat berkenalan dan sebagainya.
Berdasarkan peristiwa khusus itu, berbicara atau pidato dapat digolongkan dalam enam jenis, yakni:
(a)  pidato presentasi, (b) pidato penyambutan, (c) pidato perpisahan, (d) pidato jamuan (makan malam), (e) pidato perkenalan, (f) pidato nominasi (mengunggulkan)
Sesuai dengan peristiwanya, maka isi pidato pun harus pula mengenai peristiwa yang berlangsung. Pidato presentasi ialah pidato yang dilakukan dalam suasana pembagian hadiah. Pidato sambutan atau penyambutan berisi ucapan selamat datang pada tamu. Pidato perpisahan berisi kata-kata perpisahan. Pidato jamuan makan malam berupa ucapan selamat, mendoakan kesahatan buat tamu dan sebagainya. Pidato memperkenalkan berisi penjelasan pihak yang memperkenalkan tentang nama, jabatan, pendidikan, pengalaman kerja, keahlian yang diperkenalkan kepada tuan rumah. Pidato mengunggulkan berisi pujian, alasan, mengapa sesuatu itu diunggulkan.

Perkembangan Gerakan Motorik Pada Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Perkembangan anak merupakan suatu proses tumbuh kembang yang seharusnya diperhatikan dengan istimewa oleh para orangtuanya masing-masing. Dengan demikian, anak akan tumbuh dan berkembang dengan memaksimalkan seluruh potensi yang dimilikinya.

1.   Perkembangan Motorik Kasar.
Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang mengandung bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya.

Perkembangan Gerakan Motorik Halus.
Perkembangan motorik halus anak taman kanak-kanak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau menggambar.

 Perkembangan Otak dan Susunan Syaraf Pusat.
Perkembangan otak manusia yang sangat pesat terjadi pada masa prenatal dan beberapa bulan setelah kelahiran pada masa sebelum kelahiran diperkirakan 250.000 sel-sel otak terbentuk setiap menit melalui proses pembelahan sel yang disebut mitosis. Setelah lahir sebagian besar sel-sel otak yang berjumlah 100 milyar terbentuk secara matang perkembangan yang dimulai dari atas yaitu kepala dan berlanjut secara teratur ke bagian bawah tubuh. Semua tergantung pada kesehatan anak itu sendiri. Pada usia 4-5 tahun kepala anak hanyaberukuran seperlima dari ukuran tubuhnya dan pada usia 6 tahun kepada anak memiliki ukuran sepertujuh dari ukuran kepalanya. Pada usia 6 tahun anak telah memiliki proporsi tubuh yang akan mewarnai proporsi tubuhnya di masa dewasa. Secara normal bertambah tinggi badan selama masa kanak-kanak hanya sebanyak 2,5 inchi setahun dan berat badan secara normal hanya bertambah 2,5-3,5 kilogram setahun.

Prinsip-prinsip Perkembangan Fisiologis Anak Usia Taman Kanak-kanak.
Prinsip utama perkembangan fisiologis anak usia dini adalah koordinasi gerakan motorik, baik motorik kasar maupun halus. Pada awal perkembangannya, gerakan motorik anak tidak terkoordinasi dengan baik. Seiring dengan kematangan dan pengalaman anak kemampuan motorik tersebut berkembang dari tidak terkoordinasi dengan baik menjadi terkoordinasi secara baik. Prinsip utama perkembangan motorik adalah kematangan, urutan, motivasi, pengalaman dan latihan atau praktek.

Kematangan syaraf.
Pada waktu anak dilahirkan hanya memiliki otak seberat 2,5% dari berat otak orang dewasaSyaraf-syaraf yang ada di pusat susunan syaraf belum berkembang dan berfungsi sesuai perkembangannya. Sejalan dengan perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik mengalami prosesneurogical maturation.Pada anak usia 5 tahun syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik sudah mencapai kematangannya dan menstimuasi berbagai kegiata motorik yang dilakukan anak secara luas. Otot besar yang mengontrol gerakan motorik kasar seperti berjalan,berlari, melompat dan berlutut, berkembang lebih cepat apabila dibandingkan dengan otot halus yang mengontrol kegiatan motorik halus, diantaranya menggunakan jari-jari tangan untuk menyusun puzzle, memegang gunting atau memegang pensil.
Pada waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang dengan pesat, seperti mengisi gelas dengan air, menggambar, mewarnai dengan tidak keluar garis. Di usia 5 tahun anak telah memiliki kemampuan motorik yang bersifat komplek yaitu kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang, seperti berlari sambil melompat dan mengendarai sepeda.
Ketika anak mampu melakkan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas fisik yang ditandai dengan kesiapan dan motivasi yang tinggi dan seiring dengan hal tersebut, orang tua dan guru perlu memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal. Peluang-peluang ini tidak saja berbentuk membiarkan anak melakukan kegiatan fisik akan tetapi peru di dukung dengan berbagai fasilitas yang berguna bagi pengembangan keterampilan motorik kasar dan motorik halus.