Minggu, 21 Juli 2013

Perjalanan Kehidupan

Dalam perjalanan hidup manusia, pasti mengalami beberapa fase yang tidak bisa dihindarinya, yaitu mulai dari fase pembentukan di alam rahim hingga dilahirkan, fase menjalani kehidupan di dunia hingga menjelang kematian, dan fase kehidupan sesudah mati di akhirat yang abadi.
Menurut beberapa pendapat yang berkembang, perjalanan manusia setelah menjalani hidup di dunia ini memiliki  beberapa tahapan hingga pilihan terakhir, yakni kehidupan di Suga atau Neraka. Tahapan pertama yang dilalui setelah hidup memili beberapa nama, antara lain kiamat kecil, barzah dan maut. Munculnya beberapa nama ini menjadi sesuatu yang tidak terelakan, sebab proses kematian dan alam barzah dalam berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama memberi gambaran bahwa kedua hal itu merupakan fase perantara menuju kehidupan abadi di akhirat kelak. Dengan kata lain,  proses kematian dan alam barzah merupakan bentuk kiamat kecil bagi manusia, sebelum datang kiamat besar atau kiamat yang sesungguhnya.
Dalam fase perantara ini, manusia sudah diberikan sedikit gambaran mengenai balasan Allah swt. terhadap semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia. Bagi merka yang selama hidup di dunia selalu berbakti dan mencari ridha Allah swt, maka dalam menjalani fase perantara ini sudah ditunjukkan kenikmatan yang dirasakan atau yang akan diterima nanti di akhirat. Namun sebaliknya, bagi mereka yang berbuat maksiat dan melanggar perintah Allah swt, maka ia mendapat kesulitan dan kesengsaraan pada fase perantara ini dan ditunjukkan tempatnya di neraka pada masa berikutnya.
Kiamat kecil merupakan bagian darifase perantara. Beberapa ulama mengatakan bahwa kiamat kecil itu berarti maut. Setiap orang yang mati menunjukkan bahwa telah terjadi kiamatnya atau telah datang ajalnya. Dalm Shohih Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. dikatakan, bahwa ada beberapa orang badui datang kepada Rasulullah saw. bertanya tentang hari kiamat. Lalu Nabi saw. melihat orang yang terkecil di antara mereka dan bersabda, :Seandainya ia ini berumur panjang, ia tidak mendapatkan masa tuanya sampai kiamat kalian terjadi.
Ibnu Katsir berkata bahwa maksu hadits di atas adalah berakhirnya umur mereka dan saat mereka masuk ke alam akhirat. Maka perkataan, 'Siapa yang meninggal berarti kimatnya telah terjadi'. memiliki makna yang benar.
Lebih jauh, Ibnu Katsir mengisyaratkan bahwa pendapat ini sama dengan pendapat para filosf, bahkan orang Atheis pun mengatakan bahwa maut adalah kiamt, namun merka memaknai dengan keliru bahwa tidak ada kiamat lagi setelahnya. Padahal sudah jelas, bahwa maut itu hanya merupakan kiamat kecil, sedangkan kiamat besar adalah waktu berkumpulnya orang terdahulu dan belakangan (seluruh manusia) di satu tempat, dan hanya Allah saja yang mengetahui waktunya.
Dalam beberapa kamus dijelaskan bahwa dalam mendefinisikan mau selalu dikaitkan dengan lawannya, hidup, begitu pula sebaliknya. Misal, hidup adalah lawan mati dan mati adalah lawan hidup. Makna dasar maut adalah diam, dan setiap yang diam berati telah mati. Dalam pandangan orang Arab, mau dapat berarti sesuatu yang tak memiliki roh, sebab roh itu merupakan sumber adanya kehidupan.
Beberapa kalangan mencoba menanyakan dan mencari hubungan antara tidur dengan kematian, sebab pada saat seseorang tidur, ia tidak sadar dan tidak merasakan kehidupan layaknya orang mati. Para ulama menjelakan bahwa tidur itu berbeda dengan mati. Tidur itu bermakna terputusnya roh untuk sementara dengan hubungan-hubunga lahiriah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan memegang jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya itu dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan". (as-Zumar : 42)
Oleh karena mirip dengan mati, beberapa ulama menamakan tidur dengan wafat kecil. Tidur adalah wafat, sedangkan bangun tidur adalah kebangkitan. Firman Allah, "Dan Dialah yang mewafatkan kalian pada malam hari dan mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Ia membangunkan kalian padanya (siang itu)". (al-An'am:60).
Jadi, pada saat tidur, roh manusia itu digenggam. Bila Tuhan menghendaki roh manusia itu ditahan saat tidur, maka ia akan menahannya, dan bila Allah berkehendak agar roh itu tetap dalam jasad, maka akan dikembalikan ke jasadnya sampai batas yang telah ditentukan oleh-Nya.
Kiamat kecil juga disebut sebagai al-ma'ad al-awwal (tempat kembali pertma) atau barzah.  Ibnu Qayyim mengatakan bahwa maut itu kebangkitan dan tempat kembali pertama, dan Allah swt. telah membuat dua tempat kembali dan dua kebangkitan bagi anak cucu Adam, yang masing-masing merupakan tempat pembalasan atas segala perbuatannya selama di dunia. Dua kebangkitan adalah pada saat mati dan ditiupnya sangka-kala, sementara dua tempat kembali adalah barzah dan akhirat dimana mereka mendapat dua pilihan, yaitu surga dan neraaka.
Jadi, pada kebangkitan pertama yakni proses berpisahnya roh dari badan, ini pun Allah sudah memberikan balasan, seperti kesulitan, kesakitan dan berbagai peristiwa sedih lain yang dialami banyak orang yang melanggar perintah Allah. Begitu juga saat menjalani fase barzah, Allah pun menunjukkan balasan sesuai dengan amal perbuatan manusia di dunia.
Dalam bahasa Arab, barzah berarti penghalang antara dua benda, sedangkan menurut syari'at berarti tempat yang berada diantara maut dan kebangkitan terakhir, sebagaimana firman Allah, "Dan di hadapan mereka ada dinding (barzah) sampai merka dibangkitkan" (al-Mu'minun : 100). Lebih jauh Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa barzah adalah alam antara dunia dan akhirat, dimana para penghuninya berada di tep dunia (di belakangnya) dan akhirat (di depannya). Jadi, barzah merupakan fase penantian yang berada di antara mati (kiamat kecil) dan alam akhirat (kiamat besar).
Maut adalah kepastian yang menghampiri setiap makhluk hidup, sebagaimana firman-Nya, Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah-Nya. baginya segla urusan dan kepada-Nya kalian dikembalikan." (al-Qashash: 88). Seandainya seseorang bisa terlepas dari maut ini, tentu makhluk pilihan, Nabi Muhammad saw. akan terlepas, tetapi Allah telah menyebut dalam firman-Nya, "Sesungguhnya engkau (pasti) akan mati, dan merka (juga) akan mati." (az-Zumar : 30)
Kehadirah maut memiliki waktu yang telah ditentukan Allah, dan tidak seorang pun dapat melampaui ajal yang ditetapkan. Allah telah menakdirkan ajal hamba-Nya sejak manusia masih dalam kandungan, termasuk rizki dan jodoh, sehingga ajal itu tidak terlambat dan tidak pula mendahului. Setiap manusia akan mati, terbunuh, tenggelam, jatuh dari pesawat, kecelakaan mobil, terbakar atau karena sebab lain sesuai dengan ajal yang telah ditentukan, sebagaimana firman-Nya, "Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu waktunya," (Ali Imroan : 145).
Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud berkata, "Ummu Habibah, istri Nabi saw. berdo'a, 'Ya Allah, buatlah aku merasa senang dengan memanjangkan umur suamiku, Rasulullah saw.. ayahku Abu Sufyan, dan saudaraku Mu'awiyah!' Lalu Nabi saw. bersabda, Engkau telah meminta kepada Allah tentang ajal yang telah ditetapkan, hari-hari yang telah ditentukan, dan rizki yang telah dibagi. Sesuatu tidak akan dipercepat sebelum ajalnya tiba dan Allah tidak menunda sedikit pun setelah ajalnya tiba. Seandainya kau memohon kepada Allah agar melindungimu dari azab neraka dan azab kubur, maka itu lebih baik dan lebih utama'."
Iman Bukhari dalam Shahihnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Kunci-kunci kegaiban ada lima. Tidak ada yang mengetahuinya selain Allah. Sesungguhnya Allah memiliki ilmu tentang hari kiamat. Dialah yang menurunkan  hujan dan mengetahui apa  yang ada dalam rahim. Tidaklah seorang pun tahu yang akan diperbuatnya besok, dan tak seorang pun tahu di bumi mana ia akan meninggal. Sesungguhny;a Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi.".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar